Minggu, 26 Juli 2009

CARMA

Someday, I accompanied my little sister to verify in my ex-Senior High School. I met with my ex-English Teacher, Mr. HR. He questioned me,
“Have you studied in the University?”
“Not yet, sir. I’m still waiting for the announcement of SNMPTN.”

From his face, I knew that he mocked me, look at me as a failed student. Indeed, I had registered to two The State University, The Favorite State University, and I choose (people say) one of the best direction in each State University. Maybe I dreamed so high, because I felt hurt when I failed, I failed to sign up both of them.

Mr. HR told me about his son a.k.a my schoolmate. His son was accepted in (people say) the Bogor’s Favorite Institute. He so glad with his son. It’s ordinary. He told me enthusiasm. But he also mocked me, said that I wasn’t as luck as his son. He laughed roarly when heard that I tried registered in SNMPTN and the Unstated University. It made me feel mad and sad. I became pessimist.
===

Last morning, I visited my friend. We talked each other. About our activity, our jokes, and also our friend. Suddenly, she told me,
“Do you know? Mr. HR’s son will move from Bogor’s Favorite Institute!”
“I don’t know anything about him! What the hell happened?”
“People say he feels unhappy, he can’t follow the lesson. He frustrate because he can’t do all of the mid-semester exam. For example, he can’t do 10 questions from 10 questions. He asks his father to take him out from the hell.”
“Wow. 10 from 10. Are you crazy?”
“I’m not crazy. He is!”
“So, where are his ^new university^?”
“He and his father plan to move him to the Rookie University in our town.”
“Poor them.”

I don’t know why, I feel avenge him. He got carma from mocking me. Cruel me! He is a selfish man, swollen man. I’m sure he is so shame to meet people.

Indeed, human plan and dream something. And there are human who swollen with something that they’ve got. All of them are God’s. God can take that from us if God want to do it. But, there are the other good way for us. We must thank to God, whatever God give for us.
Thank’s God… because give me a life, beautiful life.

Selasa, 21 Juli 2009

Heboh On The Road, by Kukang & Tiw-Tiew


Aku lagi ada di Semarang. Dan berencana keluar muterin kota bareng my sister in mad, Tiwie. Dari rumah dah siap tempur jalanan, *walaupun pagi-pagi susah banget buat Tiwie bangkit dari kubur, eh, tempat tidur...

Kami pun siap berangkat. Tapi, masa mau ninggalin rumah begitu aja. Mana pembokat pergi entah ke mana tanpa pamit? (mungkin scary ngebangunin kami yang Lagi wisata di pulau Kapuk)

Nunggu deh. 5 menit... Masih sabar. 10 menit, mulai gelisah. 15 menit, sampe bermenit-menit yang gag kami hitung karena keburu gemes.

Kemudian inisiatif tuk telepon tetangga pun muncul. Siapa tahu ada yang Lihat dia Lagi di mana. Eh, ternyata malah Lagi ngobrol di rumah tetangga. Pulang Lemes kami kelitikin Lho!

Walaupun telat, akhirnya kami berangkat. At the first, Tiwi yang nyetir motornya ampe depan gang (terlalu menakutkan biarin Tiwi bawa motor di Jalan Raya)

Kami berencana pergi ke SMAGA. Tapi coz telat, rencana berubah ke Citra21 dulu.

"Oke, tancap Bang!"  Tiwi bersemangat.

Awalnya Lancar. Walau jalanan rame semrawut kayak rambutku pas bangun tidur, tapi semua terkendali. Maklum, titisan Rossi. Hehehe...

Tapi tiba-tiba, ciiiiiittttt! Mobil Avansa kuning di depan kami berhenti mendadak. Eitz, aku gag kalah sigap! Ku rem motor sambil banting stir kiri. Tapi apes, Tiwi yang Lagi terkantuk-kantuk mbonceng gag siap keadaan ini. Bruuk! Badannya dengan sukses mendarat di punggungku. Badanku yang Lebih kecil ini gag tahan dong menopang badannya. Akhirnya, aku juga ikut nyuksep ke depan dengan posisi hampir duduk di "tingkringan kaki" motor matic kami.

"Reeen, ingat. Waspadalah!"

Untunglah, masih bisa pegang kendali. Saat motor jalan dengan kecepatan 40 km/h...

Aku : "Mbak, kayaknya sepatuku alasnya Licin deh. Makanya tadi nyungsep..."

Tiwi : "Hah? APA?"

Aku :"Ni sepatunya bahaya...!"

Tiwi : "Houm, nha terus piye?"

Ciit. Lampu merah menghentikan kami.

Aku mbatin, gag mungkin dong ni sepatu tak tenteng dan kakiku dalam keadaan Nyeker?

Aku : "Tukeran sepatu dong..."

Tiwi : "Oke. Nanti berhenti di pinggir jalan."

Aku : "Alah kelamaan. Di sini aja..."

Tiwi : "Wha... ntar ijo?"

Aku : "Makanya buruan."

Tiwi melepas sepatu kanannya. Kakiku tak angkat ke belakang, coz minta Tiwi yang nyopotin. Haap! Sepatu hijauku di kaki kanan Tiwi, dan sepatu hitam Tiwi di kaki kananku. Giliran kiri...

Tiin... Tiiiiiin.....! Tiiiiiiiiiiiinnn!!!

Aku & Tiwi = "WAH! IJO!!"

Ngeeeng....! Grogi nieh. Langsung tancap gas. Dan, Tren warna sepatu model ke-dudulan kami di-realese sudah. Dengan PD-nya kami pake sepatu yang warna di kaki kanan dan kiri sangat begitu beda (Lebaii...).

Si Tiwi gag mau gilanya terlihat kumat. Makanya dia cepet-cepet minta ganti. Berhenti deh di pinggir jalan.

Sampai di CL, Langsung menuju Citra21. Buset, ni antrian beli tiket bioskop apa antrian Jemaah Haji Latihan Lempar Jumrah? Rame pisan...!

Ngantri deh yang jaraknya 10 meter dari Loket. Sambil mengusir kebosanan, kita ngomenteri orang-orang di sekitar kita yang terlihat aneh. Ada yang pake hak tinggi, tapi tetep... masih Lebih pendek dari Tiwi *eh, kurang ajar! (Tiwi screams behind me)

Ada yang pake baju dobel-dobel kayak di kutub utara. Padahal panasnya gilaa. Gag dengar Global Warming apa ya?

Tiba-tiba ada Satpam yang mirip Pepi Lewat.

Tiwi = "Eh, ada Pepi ada Pepi!"

Criiing, waduw. Si Pepi melirik sangar. Hee, piss pak...

si Pepi : "Hayo hayo! Yang antri satu aja! Jangan Rombongan..."

Kita saling pandang. Gruduk! Langsung pada baris rapi. Tapi, kita baru sadar ternyata kita tidak baris di barisan yang benar.

Aku : "Barisan apaan ni? Lhoh? Kok ujungnya toilet?"

Bak sapi ompong kita garuk-garuk kepala. *emang sapi bisa garuk-garuk?

Tiiing! Muncul ide Licik di otakku. Buk! Awww! Tiwi dengan sukses masuk barisan dengan bantuan dorongan mengagetkan dariku. Hahaha! Kabuuur....

Tiwi : "Aduh mas, maaf ya.... Maaf..."

Mas Yang Baik Hati (awalnya) : "Ya, gag apa apa..."

Itulah awal kesengsaraan Tiwi dalam antrian...

Tiwi terlihat ngobrol ama mas tadi. Dari kejauhan, aku bangga. Tapi semakin lama wajah Tiwi semakin Bete. Tanpa berniat menguping, aku mendekat.

Mas Yang Baik Hati (awalnya) : "Dek, bolos sekolah ya?"

Tiwi : "Udal LuLus owk..."

Mas Yang Baik Hati (awalnya) : "Hah? Dah LuLus SMP? Koq gag MOS? Kabur yaaa...?"

Tiwi : (baru buka mulut, mau jawab)

Mas Yang (katanya) Jual Pulsa : "Kita MOS'in di sini aja sekalian...."

Tiwi : (baru buka mulut, mau jawab)

Mas Yang Baik Hati (awalnya) : "Dari SMEA mana Dek?"

Tiwi : (baru buka mulut, mau jawab) *kasian banget sih?

Mas Yang (katanya) Jual Pulsa : "Bukannya dari LPK (Lembaga Pelatihan Kejuruan)? Yang jurusan Jahit?

Tiwi : (udah mulai gemes)

Mas Yang Baik Hati (awalnya) : "Lho, kirain Jurusan Tata Boga?"

Tiwi : (mendendangkan Lagu Sakit Hati)

Mbak Yang Baik (sampai akhir hayat) : "Eh, anak orang tuh! Diisengin mulu..."

Mas Yang (katanya) Jual Pulsa : "Salah dia, bolos MOS."

Tiwi : (mangap lagi)

Aku : (mundur perlahan-lahan) *jahat! Aku ditinggal seorang diri! (Mata Tiwi berkata demikian)

Penantian Tiwi tuk sampai Loket hampir berakhir. Ditengah menikmati angin segar yang udah tercium dari ruang Loket...

Mas Yang (katanya) Jual Pulsa : "Pak! Ni nih Pak, Tas-nya Gede. Ada Handycam di dalamnya! Mau buat bajak piLem!"

si Pepi : (mengamati dengan seksama, dari atas sampai bawah, balik ke atas lagi, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya)

Tiwi : "Nggak kok Pak!"

Si Kribo : "Udah pak. Kalo curiga periksa aja."

si Pepi : (sadar kalo cuma dikerjain)

Mendadak si Kribo keluar dari antrian, karena mendapat telefon dari (kononnya) temannya yang udah ngantri duluan, dan ngasih kabar kalo udah dapet tiket. Alhamdulilah... Minggat minggat!

Tiba-tiba si Kribo bilang...

"Sialan! Ni yang nelpon barusan SMS, kalo ternyata belum dapat tiket! Segininya aku dikibulin! Udah ah, tak balik lagi!"

Tiwi : "eitz, yang udah keluar gag boleh masuk lagi..."

si Kribo : "eeeh, apa sih anak kecil. Ribut aja. Sana Pulang, bilang mama!"

Tiwi : (terdiam, marasa di-zholimi)

Loket pun terjamah.

Akhirnya, keluar dari Neraka ala Loket Citra21.

Menghampiriku yang lagi senyam-senyum gag jelas, gara-gara terkesima, terpesona, dan ter- ter- lainnya, ngeliat cowok mirip Fabregas! (gag usah dibahas, ini ternyata hanya kesalahan penglihatan semata).

Kamis, 16 Juli 2009

Sebotol mahal anggur putih ada di depan mataku, tapi aku tak pernah tahu karena aku terus menanti, segelas air putih. (Dee Rectoverso hlm. 9)

Terima kasih pada pengarang Rectoverso, Dewi Lestari. Aku dah baca, part Curhat Buat Sahabat. Thanks, itu dah memberiku inspirasi, menyadarkanku, memberi pandangan baru terhadap yang selama ini aku cari, aku harapkan.

Selama ini, aku selalu berharap tuk tetap dekat dengan Dia. Dia yang dulu my Lovely, yang kemudian jadi sahabat karena alasan yang bagi sebagian orang kurang masuk akal, rehat, mungkin tuk selamanya.

Udah banyak cewek yang datang pergi mengisi hatinya. Tapi Dia tetap dekat denganku, sebagai sahabat, tak lebih.

Alasan tuk tetap bertahan jomblo cukup simple, gag ada manusia cowok yang buat aku tertarik.

Sampai akhirnya, ada satu manusia unik yang buat aku tersenyum jika bersamanya. Yang buatku mengakhiri masa kejombloan. *lebai banget sih dari tadi?

Entah kenapa, sejak saat itu Dia seperti gag suka ngeliat mukaku. Udah gag ada curhat lagi. Udah jarang kasih kabar lagi.

Wajar dong kalo aku bingung, dan berusaha seperti dulu lagi.  Ada 3 sahabatku yang setia dengerin curhatku tentang Dia. Aku selalu mengeluh, kenapa dia gag bisa bersikap seperti aku??? Mereka mendengarkan, mereka membantu cari solusi.

Aku terus berusaha mengembalikan semua seperti dulu. Dan itu menjadikanku manusia egois, yang gag peka dengan Lingkunganku sendiri. Dan gag sadar kalo selama ini ada yang jauh lebih penting dari yang kucari.

Sebotol mahal anggur putih ada di depan matamu, tapi kamu tak pernah tahu. Kamu terus menanti, segelas air putih. (Dee Rectoverso hlm. 9)

Gag nyangka barisan kalimat pendek itu buatku sadar dengan apa yang telah ku lakukan selama ini. Aku gag menyadari kalo selama ini aku memiliki 3 orang sahabat yang selalu ada saat aku suka saat aku susah.

Keke, walaupun dia agak semrawut, tapi cukup menghiburku dengan ocehannya yang gag jelas. Keke satu-satunya penghubung antara aku dan dia.

Cece, pendengar setia yang gag pernah ngeluh saat aku ngamuk. Ngerti aku banget, walaupun kadang nyumpahin dia.

Acinx, yang selalu jaga aku. Yang selalu hapus air mataku, yang gag pernah lelah tuk calling aku cuma sekadar buat tanya "Gimana keadaanmu? Gimana dengan Dia? Gimana dengan Arab Unikmu?"

Okelah, aku kehilangan Dia. Tapi ada 3 orang sahabat yang gag pernah ninggalin aku. Aku gag tahu jadinya kalo mereka bertiga bosan dengar curhatku, lelah dengan sikapku yang suka ngamuk. Aku gag pernah sadar, gimana kalo tiga serangkai itu ninggalin aku.

Sekarang aku sadar, yang aku miliki ternyata jauh lebih berharga dari yang aku harapkan.

Thanks for Keke, Acinx, Cece. Yang udah ada selama ini.

Anie

 Mungkin cerita ini udah banyak kalian dengar. Udah pernah dijadiin film juga. Tapi baru kali ini aku melihatnya di kehidupan nyata.
 Ada seorang anak. Dia tetangga depan rumahku. Namanya Ani, usianya sebaya dengan adik tertuaku, Nana. Dia baru saja lulus SMP. Dia sadar, ibunya tidak mungkin lagi mampu membiayainya untuk ngelanjutin sekolah. Ibunya janda yang matapencahariannya Cuma sebuah warung kecil di depan rumahnya. Yang dijual jajan-jajan anak kecil, sabun, obat nyamuk bakar, pokoknya warungnya gag komplit lah. Ibunya juga masih punya tanggungan adiknya yang masih SMP, swasta lagi.
 Selama ini emang kulihat setiap pulang sekolah ampe sore dia menjahit. Mulai jahit dari kapan ya? Dah lama banget, kayaknya dari pertengahan tahun dia kelas 1 SMP deh… aku tahu, karena aku juga sering beli something di warung ibunya dan kegiatan Ani yang gitu-gitu aja. Pagi berangkat sekolah. Pulangnya istirahat bentar. Terus menjahit ampe sore. Nanti malamnya belajar. Kalo hari libur, bisa jahit seharian. Dah, gitu doang. Pantes dong aku hafal?
 Uang hasil dari dia menjahit emang buat Bantu nyukupin kebutuhan daily. Tapi ternyata gag semuanya diberikan ibunya. Dari dulu, Sebagian uang itu dia simpan. Sekarang uang yang dia simpan baru ketahuan mau buat apa.
 “Bu, aku mau ngelanjutin sekolah. Jumlah nilaiku cukup kok buat masuk SMA Negeri terdekat. Ibu gag usah mikir biayanya. Uangku yang dari dulu ku kumpulin udah cukup.”
 See? Ibu mana yang gag nangis-nangis Bombay punya anak yang tetep berusaha tuk sekolah walaupun berat di masalah biaya? Emang Ani bukan murid terpintar di SD dan SMP nya dulu. Tapi dia rajin banget! Dulu pernah juga dia maen ke rumahku, minta diterangin pelajaran yang dia gag mudeng. Itupun katanya dah buntu banget.
 Ngelihat kehidupannya, aku jadi malu. Aku di sekolah kalo lagi gag mood banget, gag peduli tuh guru ngasih PR apaan. Sering keluar masuk Ruang BP dan kena hukuman coz dapet gelar Miss Telat. Pernah hampir dapet surat panggilan orang tua. Tapi karena bujuk rayu dariku, yang mau ngasih jadi gag tega. Akhirnya gag jadi dapet tapi dengan bejibun persyaratan.
 Aku Pulang sekolah juga sering gag langsung pulang ke rumah. Maen sambil nunggu waktu Les. Nanti malemnya belajar sambil ngeluh cape lah, ngantuk lah yang akhirnya berujung ketiduran.
 Aku yang punya kehidupan termasuk beruntung kurang bersyukur gitu. Padahal mungkin banyak yang pengen sekolah, tapi gag bisa. Dan mungkin juga banyak Ani-Ani yang lain. Kenapa baru sekarang aku sadar aku jauh lebih beruntung dari mereka? Ya Tuhan, maafkan aku yang kurang bisa bersyukur atas segala nikmat yang Engkau berikan…
 Tetap Semangat buat Ani! Don’t Give Up!!! Tetap semangat belajar semangat sekolah. Allah bakal ngasih jalan bagi hamba-hambanya yang mau berusaha keras. Kita tunggu aja, apa yang bakal dilakuin Ani buat ngelanjutin kuliah…

Ajari Aku (Adrian Martadinata)


Ajari aku 'tuk bisa

Menjadi yang engkau cinta
Agar ku bisa memiliki rasa
Yang luar biasa untukku dan untukmu

Ku harap engkau mengerti
Akan semua yang ku pinta
Karena kau cahaya hidupku, malamku
'tuk terangi jalan ku yang berliku

Hanya engkau yang bisa
Hanya engkau yang tahu
Hanya engkau yang mengerti, semua inginku

[ajari aku 'tuk bisa mencintaimu]
[ajari aku 'tuk bisa mengerti kamu]

Mungkinkah semua akan terjadi pada diriku
Hanya engkau yang tahu
Ajari aku 'tuk bisa mencintaimu