Kamis, 10 November 2011

Heart-storming

Mungkin semua yang ada di sini berharap kalau malam ini tidak pernah ada. Di sini, di malam ini, di bawah lampu padam ini, semua orang berbicara dan secara tidak langsung menjadi terlihat jelas siapa diri kami walaupun kami dipeluk kegelapan malam. Ini bukan hal yang baik, karena kita dalam satu lingkup kelompok yang sangat dibutuhkan pengertian dan kerjasama di dalamnya, yaitu drama.

Drama adalah sebuah kata yang sangat sederhana. D-R-A-M-A, yang kalian tahu adalah sebuah hiburan Live yang menampilkan kemampuan akting para aktor. Namun bagi kami kata drama lebih dari sekedar pertunjukan di atas panggung. Kesuksesan sebuah drama bukan tergantung dari seberapa pintar sang aktor memainkan perannya, tapi kerjasama di setiap individu –termasuk sutradara, penanggung jawab kostum, perlengkapan, pencahayaan, suara, dan semuanya- yang mungkin memiliki berbagai opini dan tujuan yang berbeda-beda tentang kata drama.

Namun malam ini, mungkin menjadi malam yang paling tidak diharapkan dalam sepak terjang kami dalam kepengurusan drama. 2 hari lalu, dari pihak pengurus utama memutuskan untuk diadakan makrab. Oke, anggota yang lain diam saat ketua mengumumkan malam sabtu akan diadakan makrab dan kami sudah dibagi-bagi menjadi 3 kelompok. Saya sendiripun diam, karena hal pertama yang terlintas saat ketua membagi kami dalam 3 kelompok adalah bingung. Yap, bingung. Kenapa para pengurus utama tidak mendiskusikannya terlebih dahulu tentang acara ini? Atau saya tidak mendengar diskusi tersebut karena mungkin kepekaan telinga saya kurang? Entahlah. Yang saya pikirkan, semua sudah terkonsep, teman-teman lain diam, dan rasanya kurang etis kalau saya tiba-tiba kontra dengan acara makrab. Sebagai anggota saya menghargai konsep yang telah dibuat para pengurus utama, karena saya tahu membuat konsep tidak semudah membalikkan tubuh di atas ranjang. Lagipula sudah menjadi konsekuensi saya –walaupun kurang setuju makrab karena diadakannya malam hari dan kami mau tidak mau harus menginap di kampus- karena merekalah yang telah diberi kepercayaan untuk menjadi pengurus utama.

Setelah rapat hari selasa, saya banyak mendengar para anggota drama lain sing the blues tentang diadakannya makrab. Masalah utama mereka adalah makrab itu diadakannya malam hari! Kami sebagian besar perempuan merasa acara ini memberatkan kami. Tidak semua perempuan di rombel drama kami tinggal di kost. Ada beberapa warga Semarang asli di rombel kami yang masih tinggal dengan orang tua. Yah, pikiran masing-masing orang berbeda dan itu memberatkan anggota drama kami merasa dibebani karena ada orang tua yang tidak setuju anak gadisnya keluar malam, apalagi sampai menginap.

Ada seorang teman di rombel drama yang telah menikah dan memiliki seorang anak, eum balita. Kebetulan dia satu kampung denganku. Aku bisa mengerti walaupun aku belum bersuami saat dia cerita sedikit denganku.
Ada juga yang memiliki fisik kurang sehat, yang dia rasa tidak tahan kalau harus tidur atau bahkan bergadang di kampus.

Banyak sekali alasan dari masing-masing individu yang kurang setuju diadakannya makrab di malam hari *mungkin harus diganti sikrab supaya diadakannya siang hari.
Malam ini, sekitar pukul 20.45pm, seorang teman kami yang berani mulai membuka pembicaraan tentang makrab. Dan kemudian dari pihak perencana acara makrab dan pihak yang kurang setuju diadakannya makrab –termasuk saya- saling berpendapat. Baru malam ini, hamper semua anggota speak up. Teman yang biasanya memilih diam dan mendengarkan –seperti saya- sampai mengutarakan pendapat dan ‘berkata tidak’ menurut saya adalah hal yang harus diperhatikan. Mudah-mudahan para pengurus utama berpikir kok bisa mereka yang biasanya diam dam manut sekarang kok sampai hati berucap kurang setuju?

Saya sempat melontarkan pertanyaan –mungkin kurang sopan- begini: “sebenarnya yang jadi pertanyaan terbesar di benak saya, apakah teman-teman para perencana makrab berani menjamin kalau sesudah acara makrab kita menjadi lebih baik hubungannya? Bukannya bertambah buruk hubungan kita?”
Eum, anggota kami Cuma terdiri dsari 40 anak dan masing-masing dari kita sudah saling mengenal satu sama lain. Sebagai bonus, tahu asal mereka, kost mereka, bahkan ada juga yang tahu sifat dan kepribadian mereka. Apa lagi coba yang butuh untuk diakrabkan?

Saya tahu, para perencana makrab adalah orang-orang yang sudah berpengalaman dalam kepanitiaan makrab. Mereka juga sempat melontarkan pennyataan bahwa mereka pernah mengkonsep sebuah acara makrab untuk mahasiswa baru hanya dalam waktu 3 minggu! Oke guys, ini bukan tentang se-expert apa kalian dalam menyusun program makrab. Yang kalian harus ingat, kita beda dengan mahasiswa baru, di mana ada junior dan senior di dalam acara makrab tersebut. Mahasiswa baru memang menurutku harus mengikuti makrab. Mereka belum mengenal satu sama lain. Terlebih lagi, pengurus makrab tersebut adalah senior mereka. Di mana pun, senior selalu disegani, karena merekalah yang lebih tahu tentang lingkungan di mana sekarang mereka berada. Sesebel apapun mereka dengan senior mereka, mereka tetap nurut, karena mereka percaya senior mereka sudah tahu banyak dan nggak ada salahnya mereka nurut, toh mereka juga butuh saling mengenal dengan teman-teman satu angkatan.
Namun kami dalam konteks yang berbeda, teman. Di mana kami semua setara dalam satu tingkat.

Maaf teman, masalah ini sepertinya semakin meluas. Awalnya kita kurang setuju karena makrabnya itu di malam hari dan menginap, tapi kalian mengutarakan jawaban yang sebenarnya bukan jawaban yang menyelesaikan pertanyaan ‘kenapa harus malam dan menginap?’ Saya tidak mengerti kenapa kalian mengutarakan jawaban yang terlalu luas untuk pertanyaan kita.

Para perencana makrab berkata bahwa dalam acara makrab kita sharing, mengutarakan masalah yang kita rasakan dalam satu forum. Saya salut dengan usaha kalian menyatukan kita, namun apakah kalian lupa kalau kita ini setara. Jika ada pergesakan saat acara sharing, siapa yang akan menengahi kalau tidak ada steering committee? Siapa yang akan menetralkan suasana jika tidak ada senior yang kita semua segani?

(to be continued)